Selasa, 15 Juli 2014

SAKIT DAN KEMISKINAN


Sakit dan kemiskinan adalah dua hal yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Sebelum membahas hubungan antara sakit dan kemiskinan, sebaiknya kita mengetahui pengertian sakit dan kemiskinan.
Semua orang pasti pernah merasakan sakit. Nah, apa itu sakit? Sakit adalah persepsi seseorang bila merasa kesehatannya terganggu. Sakit (illness) berkaitan dengan gangguan psikososial yang dirasakan manusia. Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya.
Selain mengetahui apa yang dimaksud dengan sakit dan penyakit, kita juga perlu mengetahui apa itu sehat, sehingga kita dapat membandingkan perbedaan sehat dan sakit. Menurut  World Health Organization (WHO), sehat adalah “a state of complete physical, mental dan social well-being and not merely the absence of disease or infirmity”.  Berdasarkan UU RI No. 36 Tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sekarang kita beralih pada kemiskinan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Dalam ilmu ekonomi, kemiskinan dikelompokan dalam dua kategori, yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan relatif untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang di dunia mengonsumsi kurang dari $2/hari." Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Kemiskinan juga dapat di artikan sebagai rendahnya tingkat ekonomi seseorang atau komunitas.
Baik situasi ekonomi setempat maupun nasional dapat memengaruhi kesehatan komunitas melalui penurunan layanan kesehatan dan komunitas melalui penurunan layanan kesehatan dan sosial. Penurunan kondisi ekonomi berarti bahwa pemasukan pajak yang rendah akan diterapkan pada program-program seperti dana, sosial, kupon makanan, dan layanan kesehatan masyarakat. Kondisi ini muncul akibat penurunan pendapatan yang menyebabkan lembaga-lembaga melakukan pemotongan anggaran. Dengan dana yang lebih sedikit, lembaga itu harus mengubah aturan kelayakan yang seharusnya dengan membatasi bantuan hanya untuk individu yang benar-benar membutuhkan. Tampaknya, banyak masyarakat yang sebelum penurunan kondisi ekonomi layak diberi bantuan menjadi tidak layak.
Majikan biasanya semakin kesulitan untuk memberikan kemudahan kesehatan bagi karyawannya saat pendapatan mereka menurun. Penganggur atau pekerja serabutan berhadapan dengan kemiskinan dan kesehatan yang memburuk. Dengan begitu, efek keseluruhan dari penurunan kondisi ekonomi akan memberikan dampak yang signifikan pada kesehatan manusia.
Baik di Amerika Serikat maupun di Eropa Barat, kesenjangan antara status kesehatan dan kematian antara mereka yang menguasai dan yang tidak menguasai kekuatan ekonomi dan sumber daya sosial semakin melebar. Tren bersamaan itu—semakin berkembangnya ketidakadilan ekonomi dan ketidakadilan sosial dalam kesehatan—mencerminkan sebagian hubungan antara posisi sosioekonomi seseorang sebagai pelanggan dan majikan atau karyawan sekaligus kesejahteraan sosial, biologis, maupun jiwanya. Ini berarti mereka yang status sosioekonominya paling rendah, dan paling sulit mendapatkan akses ke layanan kesehatan. Gerbang menuju sistem layanan kesehatan untuk kebanyakan orang Amerika adalah dokter keluarga. Kaum takberpunya jarang memiliki dokter keluarga. Bagi mereka, gerbang menuju sistem layanan kesehatan adalah rung gawat darurat rumah sakit setempat. Selain mendapatkan akses menuju layanan kesehatan, pendapatan yang lebih tinggi memungkinkan seseorang untuk memiliki rumah yang lebih baik, tinggal dipemukiman yang lebih aman, dan menaikkan peluangnya untuk menerapkan perilaku yang meningkatkan kesehatan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa hubungan antara sakit dan kemiskinan sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Kepustakaan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar